Senin, 03 Februari 2014

Cerita Unik Di Balik Pernikahan Akbar Kasultanan Yogjakarta


Pernikahan putri keempat Sri Sultan ini merupakan perhelatan besar yang terakhir pada masa kekuasaanya. Sesuai penjelasan permaisuri Sri Sultan HB X, GKR Hemas, perhelatan pernikahan GKR Hayu menjadi penutup dari pernikahan lima anaknya, maka pesta melepas lajang ini bernuansa akbar, melebihi pernikahan tiga kakak dan satu adiknya. Sri Sultan juga mengakui perhelatan terakhir ini menjadi penanda tentang kebesaran tradisi Kraton Yogyakarta, maka prosesi pernikahannya terkesan mewah dengan gelar “kekuatan” budaya kraton seperti pengerahan seluruh kereta kraton pada acara kirab dan para prajuritnya.
Substansi dari prosesi pernikahan akan berlangsung Selasa (22/10/2013) pagi. Calon suami GKR Hayu, KPH Notonegoro akan dinikahkan langsung oleh Raja Kesultanan Yogyakarta, Sri Sultan HB X. Makna pernikahan agung kraton pada sesi ijab qabul tersebut. Apabila tiga kakak dan satu adik GKR Hayu pelaksanaan ijab qabulnya Sri Sultan mewakilkan ke penghulu kraton, ayahandanya menyaksikan, maka Sri Sultan HB X kali ini akan menikahkan langsung KPH Notonegoro dengan putrinya di Masjid Panepen Kraton Yogyakarta. Usai akad nikah, kedua mempelai akan dipertemukan yang dikemas dengan upacara panggih. Panggih berarti kedua mempelai dipertemukan pertama kali setelah resmi menjadi suami istri di Tratag Bangsal Kencana. Pada akad nikah putri kelima pada 2012, upacara panggih ini biasanya dihadiri oleh tamu sangat-sangat penting (VVIP) atau undangan khusus, antara lain presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan istri, Wakil Presiden Budiono dan istri serta para duta besar.

22 Kereta Pusaka

Sebayak 22 kereta pusaka Keraton Yogyakarta, akan diikutkan dalam kirab pengantin. Arak-arakan ini selain untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada masyarakat, juga sebagai simbol dekatnya hubungan Kraton dengan rakyat. Arak-arakan ini merupakan simbolisasi manunggal ing kawula gusti, yang artinya menciptakan kesejahteraan bagi umat manusia. Dimana ketika pimpinan bersatu dengan rakyat, pasti akan ada kemakmuran dan ketenteraman. Saat iring-iringan kereta kuda ini, kedua mempelai akan menggunakan Kereta Kanjeng Kyai Jongwiyat. Sementara itu, Sri Sultan beserta Permaisuri akan menggunakan Kereta Kanjeng Kyai Wimono Putro.
K Harsunaba adalah kendaraan yang digunakan dalam resepsi pernikahan, sementara K Jongwiyat, K Manik Retno, K Jaladara dan K Mondro Juwolo kadang-kadang digunakan oleh Pangeran Diponegoro. Selain itu juga terdapat kereta, K Noto Puro, K Roto Biru, K Kutho Kaharjo, K Puspo Manik, Rejo Pawoko, Landower, Landower Surabaya, Landower Wisman, Kus Gading, Kus nomor 10, dan lain-lain. Masing-masing kereta tersebut memiliki kegunaan sendiri-sendiri
Keberangkatan iring-iringan kereta kuda ini dibagi menjadi dua. Rombongan kereta kuda pertama adalah kereta mempelai, orang tua mempelai pria, para pengiring, penari, serta prajurit Kraton yang lebih dulu berangkat pukul 8. Sesampainya rombongan pertama di Kepatihan, barulah rombongan kereta kedua yakni Sultan dan Permaisuri beserta perangkatnya berangkat jam 9 menuju Kepatihan.
Rombongan pertama terdiri dari lima kereta yang akan dinaiki oleh rombongan mempelai di barisan paling depan. Kereta-kereta tersebut terdiri dari Kereta Kanjeng Kyai Jongwiyat untuk kedua mempelai, Kereta Kanjeng Kyai Notopuro untuk para Utusan Ndalem, Kereta Kanjeng Kyai Rejopawoko untuk Patah Manten, Kereta Kanjeng Kyai Rotobiru serta Kereta Kanjeng Kyai Permili untuk para penari Bedhaya.
Rombongan mempelai juga akan diiringi oleh para penari Lawung Ageng yang mengendarai 12 kuda di bagian depan serta pasukan Bregodo Prawirotomo dan Bregodo Patangpuluh (prajurit keraton) yang totalnya mencapai 120 orang (satu Bregodo terdiri dari 60 orang prajurit). Untuk rombongan keluarga Kraton, kereta-kereta tersebut adalah Kereta Kanjeng Kyai Wimono Putro yang akan dinaiki oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X beserta Permaisuri. Kereta ini akan ditarik oleh delapan kuda. Berikutnya, Kereta Kus Abut, Kus Cemeng dan Kus Ijem akan mengikuti di belakang kereta Raja untuk para putri Keraton. Rombongan Raja juga akan diiringi oleh prajurit Bregodo Keraton. Totalnya sekitar 240 prajurit, terdiri dari empat Bregodo yakni Bregodo Wirobrojo, Mantrijero, Ketanggung dan Daeng. Pada deretan terakhir, rombongan kerabat Pakualaman IX akan mengikuti dengan menaiki tiga kereta kuda milik Kraton.

Pada zamannya kereta kuda merupakan alat transportasi penting bagi masyarakat tak terkecuali Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta memiliki bermacam kereta kuda mulai dari kereta untuk bersantai dalam acara non formal sampai kereta kebesaran yang digunakan secara resmi oleh raja. Kereta kebesaran tersebut sebanding dengan mobil berplat nopol Indonesia 1 atau Indonesia 2 (mobil resmi presiden dan wakil presiden Indonesia). Kebanyakan kereta kuda adalah buatan Eropa terutama Negeri Belanda walaupun ada beberapa yang dibuat di Roto Wijayan (misal KK Jetayu).

KNy Jimat merupakan kereta kebesaran Sultan HB I sampai dengan Sultan HB IV. Kereta kuda ini merupakan pemberian Gubernur Jenderal Jacob Mossel. KK Garudho Yakso merupakan kereta kebesaran Sultan HB VI sampai HB X (walaupun dalam kenyataannya Sultan HB IX dan HB X sudah menggunakan mobil). Kereta kuda buatan Den Haag tahun 1861 ini terakhir kali digunakan pada tahun 1989, saat prosesi Kirab Jumenengan Dalem (perarakan pemahkotaan raja). KK Wimono Putro adalah kereta yang digunakan oleh Pangeran Adipati Anom (Putra Mahkota). KK Jetayu merupakan kendaraan yang digunakan Sultan untuk menghadiri acara semi resmi. KK Roto Praloyo merupakan kereta jenazah yang hanya digunakan untuk membawa jenazah Sultan. Konon kereta ini baru digunakan dua kali yaitu pada saat pemakaman Sultan HB VIII dan HB IX.
Roh Halus Ikut Berpesta
Pesta Rakyat pernikahan putri Sri Sultan Hamengku Buwono X yang diadakan di pelataran Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, Yogyakarta, Selasa (22/10/2013) malam, diramaikan pentas kesenian tradisional Nini Thowong. Kesenian yang berasal dari Bantul tersebut, berupa memasukkan roh halus ke dalam sebuah boneka berukuran manusia dewasa, sehingga boneka itu dapat bergerak sendiri. Nini Thowong adealah kesenian yang awalnya merupakan permainan tradisional. Boneka yang dipakai itu diisi roh yang dia kenal bernama Den Nganten Juriah.
sumber: daily mail
Masuk Situs Dunia
Berita dan foto-foto prosesi pernikahan akbar itu muncul di situs Daily Mail, situs koran terpopuler di Inggris, Selasa (22/10/2013). Situs paling hot yang berita-beritanya serba menarik itu memilih judul “Royal wedding fever grips Indonesia as the Sultan’s fourth daughter prepares to wed in lavish three-day affair”. Sitis itu menyebut ada “demam pernikahan agung putri ke-4 Sultan menjelang pesta mewah tiga hari”. Berita itu dilengkapi foto-foto prosesi siraman kedua mempelai hingga ‘tantingan” yang digelar Senin (21/10/2013) malam. Ada juga foto serta berita singkat yang menerangkan ketika para abdi dalem memasang janur kuning sebagai pertanda Keraton Yogyakarta sedang menggelar pawiwahan ageng. Beragam komentar dikirimkan para pembaca berita ini dari berbagai negara, termasuk juga dari Indonesia. Sebagian menilai sinis/negatif pesta di tengah kemiskinan ini, sebagian lagi memuji keelokan budaya bangsa Indonesia.
Alergi Serbuk
Kedua mempelai Keraton Kasultanan Yogyakarta, GKR Hayu dan KPH Notonegoro ternyata alergi terhadap serbuk sari bunga. Karena panitia memilihkan jenis bunga tertentu yang tidak memiliki serbuk sari terlalu banyak dalam setiap dekorasi lokasi Pernikahan Agung. Panitia bersama timnya memilihkan berbagai jenis bunga yang tidak memiliki serbuk sari yang mudah beterbangan. Beberapa jenis bunga yang digunakan yakni crisant, peacock, amaratus, kalalili, anggrek bulan dan mawar. Ia juga menggunakan tiga jenis bunga impor dari Belanda sebagai kombinasi warna dekorasinya yakni lily, tulip dan casablanca. Kesemuanya bernuansa ungu dengan aksen putih. GKR Hayu pernah mengatakan bahwa ia menginginkan dekorasi pernikahan berwarna ungu dan hijau tosca selaras dengan warna cincin pemberian KPH Notonegoro yang kini sah menjadi suaminya. Khusus dekorasi di keraton, lebih dominan warna hijau tosca untuk menyesuaikan dengan interior Keraton. Sedangkan dekorasi di Bangsal Kepatihan akan lebih variatif yakni kombinasi tosca dengan aksen ungu lavender.
Makanan Khas
Makanan khas yang akan disajikan dalam pernikahan ageng tersebut diantaranya masakan khas tradisional yang hanya disajikan pada acara-acara tertentu Kraton dan merupakan kesukaan raja-raja Kraton terdahulu. Persiapan khusus dalam Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta, Gusti Kanjeng Ratu Hayu dan Kanjeng Pangeran Harya Notonegoro berlaku dalam hal sajian masakan yang akan dinikmati baik dari kedua calon mempelai, keluarga besar Kraton, maupun tamu undangan.
Menu makanan khusus tersebut diantara adalah bendul sebuah jajanan berbentuk bulat menyerupai bakpia yang terbuat dari singkong kesukaan Sultan HB Sembilan. Perawan kenes yang terbuat dari pisang kepok kesukaan Sultan HB Delapan, serta manuk enom yang mirip dengan puding yang terbuat dari tepung ketan dicampur kuning telur dan dihiasi kripik mlinjo.
Selain itu, jajanan khas dendeng age yang terbuat dari gilingan daging sapi. Yang dibuat dengan cara disajikan seperti sate dengan diolesi santan yang kemudian dipanggang dengan semburan api langsung, yang merupakan kesukaan dari Sri Sultan HB ke tujuh juga akan disajikan. Selain makanan, minuman khas tradisional seperti bir jawa, wedang secang juga akan menjadi sajian utama untuk menjamu tamu. Secara umum, konsep masakan yang akan disajikan seluruhnya merupakan sajian khas tradisional Kraton Yogyakarta. Meski demikian, pihak Kraton juga akan tetap menyajikan makanan-makanan modern yang sesuai dengan lidah bagi tamu undangan.
Perhelatan akbar pernikahan agung akan dimeriahkan dengan pesta rakyat berupa pesta jajan pasar dan makanan tradisional secara gratis. Panitia menyediakan makaan yang dikemas daam angkringan di Titik Nol Yogyakarta.
Bunga Dari Belanda
Ribuan tangkai bunga beraneka jenis mulai ditata di Bangsal Kepatihan, lokasi resepsi pernikahan agung itu. Ribuan tangkai bunga berwarna ungu, hijau dan putih tampak menghiasi pelaminan yang berada di sisi utara Bangsal. Sehingga pelaminan berupa gebyok kayu berukir tersebut terlihat semakin mewah dengan rangkaian bunga di bagian atasnya. Di depan pelaminan, ditata ratusan ratusan tangkai bunga peacock berwarna putih yang dikombinasikan berbagai jenis daun-daunan hijau. Hasilnya, sebuah taman bunga menghiasi pelaminan yang lebarnya mencapai belasan meter itu. Beberapa jenis bunga yang digunakan di Bangsal yakni bunga krisan, peacock, amaratus, calla lily, anggrek bulan, dan mawar. Ke semuanya didominasi warna ungu, sesuai permintaan mempelai. Beberapa bunga didatangkan dari Belanda sejak 18 Oktober lalu antara lain lili casablannca. Sedangkan tulip sudah digunakan untuk dekorasi di Keraton.
Tarian Istimewa
Dua tarian istimewa ditampilkan pada acara resepsi pernikahan Gusti Kanjeng Ratu Hayu dengan Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro. Kedua tarian itu merupakan karya dua raja Yogyakarta. Tari Bedhaya Manten diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX  dan Tari Lawung Agung karya Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Baik Bedhaya Manten maupun Lawung Ageng hanya ditampilkan pada acara-acara tertentu. Tari Bedhaya Manten dibawakan enam penari perempuan yang masih perawan. Dua penari berperan sebagai sepasang pengantin, sementara empat lainnya diisi penari serimpi. Tarian ini menggambarkan perjalanan seseorang menuju gerbang rumah tangga.
Tari Lawung Ageng dibawakan 12 penari pria yang menunjukan patriotisme yang tertanam dalam sanubari. Tarian ini juga merupakan simbolisasi para prajurit keraton yang sedang berlatih perang.  Dalam Tari Lawung Agung, ditampilkan gerakan latihan perang-perangan atau adu ketangkasan. Para penari membawa lawung, yakni tongkat panjang berukuran 3 meter.
dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar